Daily Archives: September 10, 2016

Belajar dari Bangsa Jepang

Sejak kembali bekerja ke BPPT, salah satu proyek utama yang menjadi tanggung jawab si saya adalah kerjasama antara BPPT dengan Pemerintah Hiroshima-Jepang untuk implementasi teknologi lingkungan. Pekan ini, Alhamdulillah berkesempatan berinteraksi langsung dengan mereka di dunia nyata dan mengambil banyak pelajaran berharga dari apa yang bisa si saya observasi.

wp-1473463013954.jpgwp-1473463013964.jpg

I think I have mentioned in my other post some significances Japan’s presence in my life. Hehehe.. berinteraksi dengan orang Jepang langsung juga udah pernah saya lakoni dengan seorang student S3 yang juga kuliah di WSU. Tapi Cuma 1 orang dan dalam kadar yang berbeda kondisi, lebih informal. Nah, kali ini kedatangan Tomishige san dan rengrengannya dari Hiroshima memberikan pendangan baru mengenai how Japanese interact and communicate in a business life.

Dorama dan anime yang saya tonton mungkin tidak banyak, tapi cukup ngasih gambaran tentang orang jepang dan malah menjadi daya tarik si saya pengen ke Jepang. Tapi again, it feels a little bit different in the real life.

Oiya, tulisan ini bukan untuk menggeneralisasi orang Jepang. Ini mah hanya membahas hikmah yang saya dapat aja ^_^. Pertama, it seems mereka cukup struggle buat berbahasa Inggris. Makanya selalu membawa penerjemah. Tahu sih, lebih enak pake bahasa sendiri sehingga mereka bisa lebih leluasa menyampaikan detail maksud yang mereka pengen bilang tanpa kesulitan berkutat dengan vocab bahasa Inggris. Ini juga tanda kalo mereka love their language so much :).

wp-1473463013955.jpg

Kedua, betapa mereka menjunjung tinggi etika berinterakasi dengan orang lain. Berkali kali mengucapkan terima kasih atas a single bit “kemudahan” yang mereka rasakan. Setiap kali meeting di awal selalu menyampaikan terima kasih atas waktu yang diberikan, terima kasih atas kesempatan yang dikasih  ke mereka, dan terima kasih sudah bisa berkunjung ke sini bla bla. Intinya grateful banget. Always arigatou and yoroshiku onegaishimasu.. don’t mention kalo mereka banget banget dalam menghormati waktu. Rapat jam 1.30 udah siap duduk manis di ruang rapat sejak 1.15…

Ketiga. risk taker. Ini yang mungkin banyak orang Indonesia termasuk si saya yang masih suka ga berani ngambil resiko dalam memperjuangkan apa yang lagi dicari. Jadi Bapak-Bapak Jepang itu  sebenarnya memiliki maksud to make a business in Indonesia. Ada sekitar 6 perusahaan yang tergabung dalam proyek MOU ini, salah satunya yang udah duluan jalan adalah Hinomaru Shangyo yang punya Chelate Marine yang diklaim sebegai water purifier untuk limbah tambak udang. Nah, secara Indonesia adalah Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, of course harusnya perikanan dan pertambakannya banyak lah ya. Jadi emang potensial. Sehingga, untuk start business beliau di Indonesia, perusahaan ini bikin percobaan dulu di Serang buat nunjukin bahwa si CM ini efektif banget buat ngolah tambak udang sehingga ga perlu ada penggantian air di setiap panen. Jadi mereka ga ragu mengeluarkan dana x juta yen (yang si saya gatau nominal pastinya) buat nge-run kolam percobaan ini. Kalau berhasil kan bagus, nah kalo ndak? Mereka PD banget tapi kalo bakal berhasil, yakin banget sama apa yang mereka punya sampe mereka berani ngambil resiko juga. PD dan risk taker ini yang kayanya masih harus banget dipupuk dalam jiwa saya yang masih ada kesempatan bergejolak hehehe.

Itu tiga hal utama yang nyantol di kepala saya dengan baik. Mudah2an beneran bisa jadi sesuatu yang bisa membuat saya makin baik dan makin cinta sama Allah. Oh well.. si saya belum berjodoh sama Jepang. Dan masih bermimpi menginjak tanah Jepang properly. Transit pas berangkat ke US, saya hanya numpang lari-lari di koridor bandara Narita, sementara transit pas pulang ke Indonesia dari US, Cuma bisa muter-muter nyari jalan ketemu nono yang akhirnya itu juga gabisa. Mudah-mudahan ada kesempatan si saya ke Jepang dengan serius dan spending time properly there. Ga akan berhenti berharap karena impian hari ini adalah kenyataan esok hari, right?

Menangkap Hikmah dari keberadaan Public Libraries di Amerika

Ada dua hal yang sangat sangat menarik perhatian saya kala saya menghabiskan 2 tahun kurang 2 pekan di US (6 pekan di Lawrence, Kansas dan 1 tahun 10 bulan di Pullman, Washington). Pertama adalah minat baca anak-anak dan fasilitasnya (perpustakaan). Kedua adalah banyaknya museum yang tersedia. Sebagai Negara maju, Amerika memiliki perhatian yang sangat besar tentang fasilitas belajar anak yang mungkin akan diharapkan bisa berpengaruh pada perkembangan anak secara komprehensif.

Jangankan buat anak-anak, buat orang dewasa seperti saya, fasilitas-fasilitas perpustakaan dan museum ini sangat luar biasa berpengaruh. Perpusatakaan untuk mahasiswa WSU maupun KU memiliki system yang membuat para mahasiswanya betah belajar di perpus dan betah membaca. Well, apalagi yang bisa menyaingi fasilitas 24 jam yang disediakan kampus, yang kalo anda mau guling2 ikutan tidur di sofa juga diperbolehkan heheheh… Nah tapi si saya kali ini g akan ngebahas system perpustakaan untuk mahasiswa, melainkan mau bahas public library dulu.

20140812_155000.jpg

Lawrence Public Library di Kansas State, USA

20140812_154947.jpg

Salah satu pojokan lemari buku Lawrence Public Library, lihat bagaimana mereka mengklasifikasikan buku2 nya ^_^

Mungkin 2 kota yang saya tinggali tidak menjadi representative untuk bilang kalo setiap kota di Amerika punya public library. Tapi as you know, baik Pullman maupun Lawrence adalah kota kecil, bukan kota besar seperti Boston, New York, atau Los Angeles. Tapi di kota sekecil Pullman dan Lawrence saja ada, pikir saya apalagi di kota besar. But it seems, ini si public library ini lahir dari orang-orang yang memang punya concern besar untuk membagi pengetahuan dan meningkatkan day abaca penduduk terutama anak-anak. (trus udah gt tapi si saya heran mengapa tapi banyak American yang juga close minded, Sarah misalnya wkkwkwk).

Jadi tuan dan nyonya, public library nya Pullman dan Lawrence ini keren banget sampai si saya berangan-angan kalo Cipanas dan Serpong juga punya masing-masing 1. Kota Cianjur punya 1, tapi atuhlah tapii,, ga terlalu menarik kayak public librarynya, tbh. Udah gt kalo ga salah weekend malah tutup (2012) tapi gatau kalo sekarang, udah lama banget juga ga ke sana. Well kalo tutup juga it is understandable since it is under Local Government authorities.. padahal kan weekend bisa jadi waktu berharga buat para penduduk termasuk anak2 maen dan baca2 di sana. Hal ini juga mungkin yang memang jadi salah satu factor penyebab atau malah akibat dari rendahnya minat baca di Indonesia. Menurut berita, dari study yang dilakukan pada Maret 2016 lalu oleh Central Connecticut State Univesity, rangking Indonesia menduduki ke-60 dari 61 negara yang disampling. No 1 nya again ditempati Finlandia yang juga dianugerahi gelar Negara dengan system pendidikan terbaik (list rangkingnya bisa dilihat di sini: http://webcapp.ccsu.edu/?news=1767&data).

Nah, mungkin lingkaran setannya adalah antara minat baca yang rendah yang mungkin menyebabkan  fasilitas perpustakaan tidak memadai, atau karena fasilitas perpustakaan tidak memadai makanya minat baca Indonesia rendah banget.

Tapi kalo menyaksikan dan merasakan sendiri, dengan fasilitas memadai, minat baca penduduk akan bisa terdorong. Misalnya, si saya yang juga punya “minat baca” rendah pada buku-buku selain textbook di kampus, ketika ngerasain Neill Public Library Pullman yang si saya sering maen ke sana sama Mba Hera dan keluarganya, jadinya termotivasi juga buat baca buku2 selain textbook. Not to mention, di Neill Public Library juga ada komiknya heuheuheu…oiya, kedua puterinya mba Hera (Haniya dan Fathina) kadang suka bikin ngiri, karena mereka mampu menghabiskan puluhan buku hanya dalam waktu sepekan. Jadi kalo ke Neill itu bisanya bawa tas besar, dan pinjamnya ga kayak di Indonesia yang terbatas cuma 2 tapi bisa puluhan buku sekaligus. (gimana ga termotivasi hehehe)

20150415_171023.jpg

Neill Public Library di Pullman, WA State.. liat betapa banyaknya buku yang ada, betapa menariknya dekorasi, dan betapa asyiknya mba Hera milih2 buku buat Haniya dan Fathina

20150415_171004.jpg

One of my favorite places in Pullman,

Selain pengkondisian ruangan dll, jam buka perpus yang memang enak buat penduduk untuk datang, Public library di Pullman misalnya juga punya serangkaian program yang suangat suangat menarik. Unfortunately, si saya ga berkesempatan ikutan program2 tersebut, hanya dapat newsletter tentang acara yang biasa saya terima tiap bulan (bahkan hingga sekarang) dan denger kabarnya dari Jonathan (temen dari Colombia) yang menikmati kelas conversation bahasa Inggris yang diadakan free dari library.

Ih asyiknya kalo tiap kota Indonesia punya public library yang macem begini. Kali aja beneran bisa mendongkrak kualitas karakter bangsa. Jangan Cuma mengandalkan bacaan dari berita onlen yang kadang kebenarannya diragukan..

Well again, impian hari ini adalah kenyataan esok hari, dan saya percaya, suatu saat nanti Indonesia juga bisa punya public library yang bagus2 yang anak2 atau orang dewasanya bisa berdayakan secara maksimal..