Samudra-samudra Pengetahuan Nabi

Subhanaka! Subhanaka! Subhanak!
Halaman-halaman baru. Halaman-halaman yang tak
terbatas. Semua yang dimiliki Allah Yang Maha Agung
adalah tak terbatas. Jika kalian mampu untuk menemu
kan suatu limit atau batas dari bilangan, kalian boleh
untuk berbicara sedikit tentang karunia-karunia Allah
Ta’ala.

Karena itulah, Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan bahwa
seandainya samudera dan lautan menjadi tinta, dan
pohon-pohon menjadi pena untuk menulis, maka itu semua
hanya akan menjadi setitik zarah kecil dari
pengetahuan surgawi yang dimiliki Allah Ta’ala. Dan
tinta tersebut akan habis, bahkan jika seandainya
kalian membawa tujuh samudera bukan hanya satu
samudera.

Bahkan seluruh samudera yang menjadi tinta itu akan
habis dan kering, sedangkan pengetahuan dan ilmu yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala terus karuniakan pada
Penutup Para Nabi (s), tak akan pernah habis, karena
beliaulah satu-satunya yang berbicara mewakili Allah
Ta’ala – yang pertama. Allah Ta’ala tak pernah
berbicara pada siapa pun yang lain dalam Hadirat
Ilahiah-Nya kecuali pada dia yang paling terhormat di
antara seluruh ciptaan, Sayyidina Muhammad saw.

Tak seorang pun mampu mendekati Hadirat Ilahi seperti
Penutup para Nabi saw. Allah Ta’ala mula-mula
menciptakan ruhnya, ruhnya yang berkilau bercahaya,
dan ruh tersebut adalah ‘nur’. Dan dari ‘nur’
tersebut, Allah menciptakan! Segala sesuatu diciptakan
(oleh-Nya) dari ‘nur’ tersebut. Tak seorang pun atau
apa pun mampu me ncapaii langsung esensi (Dzat) dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak ada yang dapat
mencapainya tak mungkin.

Hanya melalui Penutup para Nabi ringkasan dan esensi
dari seluruh ciptaan adalah bersama beliau. Itu telah
dikaruniakan pada beliau, dan karunia tersebut terus
berlanjut bagi beliau tanpa berhenti, mengalir tak
pernah berhenti atau terputus, tidak!

A'udhu billahi mina-sh-shaitani-r-rajim,
bismillahi-r-Rahmani-r-Rahim. La haula wa la quwatta
illa billahi-l 'aliyyi-l 'adhim.

Sultan-ul-Arifin Aba Yazid al-Bisthami, semoga Allah
merahmatinya, (berkata) untuk menjaga dan memelihara
zikir mereka, untuk menjaga tetap mengingat mereka,
untuk berusaha selalu bersama dengan para pewaris dari
Penutup para Nabi, untuk berusaha agar ruh kalian
berada dalam samudera-samudera dari ruh-ruh suci
mereka; karena setiap orang dari mereka Awliya (para
Waliyyullah kekasih Allah), para pewaris dari Penutup
para Nabi, para Grand Wali (Wali-wali besar)tersebut
telah dianugerahi samudera-samudera pula.

Tetapi, samudera-samudera milik mereka, bahkan
seandainya seluruh samudera milik para Nabi dan Wali
dikumpulkan bersama dan disatukan, jika itu semua
dibandingkan dengan apa yang telah dianugerahkan pada
Penutup para Nabi, hanyalah bagaikan setetes air yang
menempel di ujung jarum ketika kalian mencelupkan
jarum itu sesaat ke dalam suatu samudera. Hanya
seperti itulah perbandingan sel uruh samudera (milik
para Nabi dan Wali) dengan samudera milik Penutup Para
Nabi saw.

Dan seluruh Awliya’ dan para Wali, terutama Grand
Wali, Grand Syaikh, orang-orang pada barisan pertama,
yang dekat dengan Penutup para Nabi, Sayyidina
Muhammad saw, mereka mengambil secara langsung dari
beliau dan mereka telah diberi lebih banyak dari yang
lain. Dan ruh-ruh mereka tengah meminum ‘air’ dari
samudera-samudera itu dan ruh-ruh mereka pun menjadi
samudera-samudera. Ruh dari setiap orang dari mereka
adalah bagaikan sebuah samudera dan hanya Nabi saw
yang mengetahui apa yang ada dalam samudera tersebut.

Allah tentu saja mengetahui segala sesuatunya; tetapi,
pada maqam dari ciptaan (makhluq), apa yang telah
dikaruniakan pada seluruh Nabi, dan demikian pula pada
para Nabi-nabi besar, Awliya’ besar, Syaikh-syaikh
besar – mereka yang berada pada saf pertama pewaris
Rasulullah saw hanya Nabi saw, lah yang mengetahuinya.
Dan apa yang berada dalam samudera milik setiap orang,
mereka mengetah uinya, demikian pula Nabi saw
mengetahuinya.

Karena itulah, mereka memiliki alam semesta-alam
semesta, ‘awalim’, ciptaan-ciptaan dalam
samudera-samudera mereka. Dan ciptaan tersebut adalah
suatu karunia dari Penutup para Nabi saw. Dan karunia
Tuhannya bagi dirinya terus bertambah lebih banyak dan
lebih banyak, dan karunia tersebut tidaklah tetap
sama. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-Ku yang
tercinta! Wa ladaynaa maziid! Aku memberi dan tak akan
pernah berhenti. Apa yang Ku-karuniakan padamu tak
akan pernah berakhir”. Karena itulah, apa yang
dikaruniakan pada RasulAllah saw ketika beliau bersama
kita, tidaklah sama saat ini. Setiap detik, setiap
tarikan nafas, karunia tersebut digandakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

Karena itulah, ketika kami berkata tentang Aba Yazid
al-Bisthami (r.a.): Jagalah Auliya’, berusahalah untuk
berada bersama mereka, bahkan sekalipun hanya dengan
nama-nama mereka dan dengan asosiasi/majelis mereka.
Saat kita menyebut nama-nama mereka, suatu kasyf atau
pembukaan datang pada diri kita. Tidak kosong. Nabi
saw mengatakan bahwa saat kita menyebut orang-orang
yang salih para Wali, Grand Wali, para Nabi, Nabi-nabi
Besar, dan Penutup para Nabi, tanzil-ur-Rahmah’,
rahmah dari samudera-samudera rahmah akan mendatangi
diri kita. Karena itulah, ‘manakib-ul-aulia’
(pembacaan kisah para Wali) ada.

Quran Suci menyebut pula nama-nama para Nabi, karena
setiap kali kita menyebut nama mereka, rahmah ya ng
berlimpah dari samudera-samudera rahmah mengaliri diri
kita. Karena itulah, diulang berkali-kali (dalam
Quran) akan apa yang terjadi pada Bani Israil, apa
yang terjadi pada Sayyidina Adam, apa yang terjadi
pada Sayyidina Nuh, apa yang terjadi pada Sayyidina
Ibrahim dan pada Nabi-nabi lain.

Ini adalah untuk menerima kemuliaan dari mereka, untuk
mengambil bagian dari ‘nur’ mereka, dari cahaya-cahaya
ilahiah milik mereka, agar datang pada dirimu. Dan ini
adalah suatu persiapan bagi kalian untuk kehidupan
abadi kalian, karena keabadian dapat menampung
sebanyak apa pun yang telah dikaruniakan pada kalian,
tanpa batas. Mereka yang berada pada (atau berusaha
untuk) kehidupan abadi dan memiliki target untuk
meraih keabadian, mereka boleh meminta lebih dan lebih
– tak terbatas.

Sama seperti suatu pesawat terbang yang tengah terbang
melayang semakin banyak petrol (minyak bahan bakar)
yang kita isikan ke dalamnya, semakin lama ia akan
terbang, tak pernah berkata ‘cukup’, tidak! Sebanyak
yang kita isikan ke dalamnya, ia akan terus terbang.
Dan ruh-ruh kita dalam Hadirat Ilahiah, jangan
berpikir bahwa ruh-ruh terebut diam berhenti mereka
berlari dan berenang melalui samudera-samudera yang
tak terkira banyaknya. Semuanya itu milik dari
keabadian.

Karena itu, adalah suatu perintah sohbet, asosiasi
kalian harus menjaga jalur (hubungan) dengan mereka
secara langsung. Hubungan itu akan mengalir melalui
wujud sejatimu. Jangan berpikir bahwa ini (tubuh wadag
kasar kita) adalah wujud kita yang sejati. Ini
hanyalah suatu bayangan dari wujud sejatinya. Wujud
sejati tersbut, dunia ini tak mampu menampungnya.
Karena itulah, Pemimpin Malaikat Jibril (as)
kadang-kadang datang dalam bentuk seorang laki-laki,
dan kita berkata Jibril (as) baru datang.

Apakah ia meninggalkan maqam (posisi)nya dan datang ke
sini? Saat ia datang pada Nabi, apakah maqamnya kosong
ia tinggalkan? Apakah ia datang dengan wujud
sejatinya? Bagaimana mungkin? (Apa yang nampak datang)
hanyalah perwakilan (dari wujud sejatinya), sebagai
suatu bayangan dalam bentuk seorang laki-laki. Wujud
sejatinya tak pernah bergerak ke sini dan ke sana dari
Hadirat Ilahi. Tak pernah! “Tak seor ang pun yang
matanya dapat melihat ke sana-sini!” Apakah kalian
pikir bahwa adalah wujud sejati Penutup para Nabi yang
pernah bersama kita (saat beliau hidup, red)?

Bagaimana mungkin dunia ini dapat menampungnya?
Seluruh ciptaan akan lenyap jika wujud sejati beliau
termanifestasikan untuk eksis di sini. Tak ada lagi
ciptaan, segala sesuatunya akan lenyap dalam
samudera-samudera beliau, tak ada yang akan pernah
muncul. Tetapi segala sesuatunya, melalui Hikmah
Ilahiah, telah diatur dan diprogram. Tak seorang pun
tahu bagaimana keadaannya dan bagaimana ia wujud,
tidak! Kita berada pada maqam kedudukan kita, dan
Firman Ilahiah datang mula-mula pada Rasulullah dan
kemudian pada kita. Jika seandainya Nabi tidak menjadi
perantara (mediator), Wahyu Ilahiah akan membakar
segala sesuatunya di muka bumi ini. [Syaikh membaca
ayat]

"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quraan ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk
terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk
manusia supaya mereka berfikir." [Surat al-Hashr, 21]

Karena itulah, orang-orang jahil yang berpikiran
sempit itu masih pula mengatakan bahwa Sayyidina
Muhammad saw hanya seperti seorang tukang pos – hanya
membawa dan menyampaikan suatu pesan. Betapa bodohnya!
Dan kebodohan ini kini menjalar ke seluruh dunia
Islam, di Timur dan di Barat. Mereka sama sekali tak
memahami hikmah diutusnya Sayyidina Muhammad dan
karunia Qur’an Suci bagi beliau. Gunung-gunung tak
mampu memikul (beban ini); tapi, hanya kalbu dari ia
yang paling berkilau bercahaya dan paling mulia-lah
yang mampu untuk memikul berat dari Wahyu Ilahiah.
Bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa ia telah
habis dan mati sekarang, kemudian kita bisa bersama
Allah tanpa Muhammad saw. Kebodohan macam apa ini yang
kini kita tengah berada di dalamnya?

Karena itu, begitu banyak masalah berdatangan pada
orang-orang itu. Ya, memang ini adalah suatu samudera
yang demikian dalam yang kami tengah coba untuk
tunjukkan bagimu; kita tak mampu mencapainya. Aba
Yazid al-Bisthami – semoga Allah merahmatinya, dan
semoga cahaya-cahaya dari samuderanya menerangi
kalbu-kalbu kita. Kalbu-kalbu yang bercahaya, itulah
kalbu-kalbu yang hidup! Kalbu dan hati yang tak
bercahaya, itulah hati yang mati, kalbu yang terkunci.
Karena itulah, kalbu-kalbu dari begitu banyak ulama
besar tengah terkunci. Mereka tidak memahami apa yang
kalian katakan.

Terkunci! Allah membuka kalbu dan hati kita pada
Awliya’-Nya. Kita memohon agar saat kita berbicara
tentang Awliya’, agar mereka mengaruniakan pada kita
sesuatu, yang sesuai dengan kebutuhan kita. Karena
itu, inilah yang disebut ‘rabithah’ – koneksi dari
kalbu ke kalbu. Saat kalian mel akukan ‘rabitah’,
cahaya-cahaya Ilahiah yang dianugerahkan pada Wali
tersebut, Grand Wali, atau Nabi, atau Grand Nabi, atau
Khatm ul-Anbiya’, akan mengalir melalui kalbu kalian,
dan kalian akan tercahayai olehnya.

Saat kita melihat ke langit di waktu malam, kita
melihat bintang-bintang yang bercahaya; tapi, ada pula
miliaran bintang yang tidak bercahaya, karena ‘nur’
itu tidak datang pada mereka. Dan hal ini serupa pula
pada manusia. Makhluk-makhluk Langit tengah melihat
manusia dan memperhatikan siapakah di antara manusia
tersebut yang bercahaya dan berkilau – sama seperti
ketika kita melihat bintang-bintang yang berkilau di
langit. Karena itu, ‘rabita’, koneksi, hubungan,
adalah medium yang paling penting untuk meraih
cahaya-cahaya surgawi.

Siapa yang menyangkal hal ini akan terputus, tak ada
cahaya yang datang ke kalbu mereka – habis!
Orang-orang, karena itu, kini tengah berada dalam
kegelapan, karena mereka tidak memiliki hubungan
dengan ‘orang-orang langit’ atau dengan hamba-hamba
Allah yang bercahaya yang hidup di dunia ini di antara
kita. Kebanyakan orang kini tidak peduli lagi, mereka
tidak tertarik, dan mereka senang untuk hidup dalam
kegelapan mereka, dalam ‘dunya’ mereka yang gelap.
Sama seperti burung-burung malam (kelelawar) yang
senang untuk berada dalam kegelapan malam. Mereka tak
suka untuk keluar di siang hari, karena mereka tak
menyukai cahaya.

Dan kini, 99% orang-orang di bumi tidak mau mencari
cahaya-cahaya surgawi agar diri mereka pun bercahaya,
dan mereka pun senang berada dalam dunia yang gelap,
dalam suatu atmosfer yang gelap. Karena itulah mereka
melakukan begitu banyak hal, yang jika mereka dapat
melihatnya, tentu mereka tak akan mau melakukannya.
Jika hati mereka tercahayai, mereka tak akan
berkelahi, tak akan bertengkar dan mengeluh. Mereka
akan berbahagia dengan apa yang telah dikarunia kan
pada mereka dari Sang Pencipta, Rabb as-Samaawaati.
Tapi, kegelapan telah mencegah dan menghindarkan
mereka dari mencapai titik itu, karena mereka tak mau
mencari hubungan ke dunia spiritual (ruhaniyya) atau
hubungan dengan spiritualitas dan makhluq-makhluq
surgawi di muka bumi atau di langit.

Itulah masalahnya. Semua orang-orang yang hidup dalam
atmosfer gelap ini, yang tak mau meminta hubungan
dengan makhluk-makhluk surgawi, dengan wujud spiritual
makhluk-makhluk itu, semua orang-orang ini adalah
pembuat masalah.

Orang-orang di negara kecil ini – tak seorang pun
mengakui negara ini – mengatakan, 80 juta orang di
Turki dan 200.000 di Cyprus Utara, mereka meminta
untuk bergabung dengan kelompok Negara-negara Eropa.
Mereka berpikir bahwa jika mereka terhubungkan dengan
Uni Eropa, mereka akan menjadi bahagia, mereka
berpikir bahwa masalah-masalah mereka akan selesai dan
segala sesuatunya akan berjalan lancar dan indah. Ini
adalah kesalahan terbesar mereka dan kesalahpahaman;
karena materi (benda-benda) tak akan pernah memberi
istirahat atau suatu kehidupan yang baik bagi
orang-orang; tak akan pernah memberi mereka suatu
kehidupan yang penuh kenikmatan dan kesenangan –
‘hayaat-ut-tayyib’ – tak pernah!

Sama saja! Jika mereka menjadi anggota EU, mereka
tetap akan memiliki masalah-masalah yang sama, karena
mereka membawa bakteria yang sama dari penyakit mereka
bersama me reka. Sekalipun mereka mungkin bergabung
dengan EU, tapi penyakit yang sama masih bersama
mereka – atmosfer yang sama! Kegelapan (di sini),
kegelapan (di sana)! EU tak akan pernah memberi mereka
cahaya apa pun, mereka tak akan tercahayai. Mungkin
mereka akan mendapat sejumlah besar uang, hal-hal
materi, tapi mereka akan tetap tak bercahaya, selesai.
Jika masalah Iraqi telah selesai, masalah lain akan
muncul karena penyakit yang sama masih bersama
orang-orang – bahwa mereka menolak hubungan (koneksi)
dengan wujud yang tercerahkan, dengan orang-orang yang
bercahaya. Mereka hanya berlari mengejar kegelapan dan
orang-orang gelap.

Semoga Allah mengampuni saya, dan memberikan
memberikan pada kita pemahaman yang baik, karena ini
adalah suatu hal penting yang mesti diketahui
bangsa-bangsa. Seluruh bangsa dan negara telah
memutuskan hubungan mereka dengan makhluk-makhluk
langit, mereka menyangkal keberadaannya, mereka
menyangkal kenabian (nubuwwah) dan kewalian (wilayah),
dan segala sesuatunya yang terkait dengan Langit, dan
mereka terjatuh dalam dunia yang gelap. Dunia gelap,
ke mana pun mereka berlari, mereka hanya akan
menjumpai kegelapan dan masalah.

Allah! Allah! Ya Rabb! Ampuni kami, Ya Rabb! Kami
memohon ampun dan maaf dan barakah-Mu. Demi kehormatan
dari ia yang paling terhormat dalam Hadirat
Ilahiah-Nya, Nabi Muhammad sallAllahu alaihi wasallam,

Al-Fatiha

Bihurmati habib, al Fatihah

Wa min Allah at Tawfiq
wassalam, arief hamdani
http://mevlanasufi.blogspot.com

===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================================

Leave a comment